Jadi, dari mana virus pemicu COVID-19 berasal? Nah, menurut beberapa ilmuwan, berdasarkan analisis urutan genom, ada dua kemungkinan, Pertama, virus berevolusi ke kondisi patogen saat ini melalui seleksi alam di inang non-manusia dan kemudian melompat ke manusia. Proses itu mirip dengan wabah Virus Corona yang terjadi sebelumnya, manusia terinfeksi virus setelah terpapar langsung dengan musang (SARS) dan unta (MERS). Para peneliti menduga kelelawar sebagai reservoir yang paling mungkin untuk SARS-CoV-2. Namun, sejauh ini belum tercatat ada kasus transmisi langsung dari kelelawar ke manusia.
Jika seseorang berusaha merekayasa virus corona baru sebagai patogen, misalnya, mereka harus membuatnya dari backbone virus yang diketahui bisa menyebabkan penyakit. Namun, para ilmuwan menemukan bahwa backbone milik SARS-CoV-2 berbeda secara substansial dengan yang ada pada virus corona lain, yang telah dikenal sebelumnya, dan kebanyakan menyerupai virus terkait yang ditemukan pada kelelawar dan trenggiling. Para ilmuwan menemukan bahwa bagian RBD dari protein lonjakan SARS-CoV-2 telah berevolusi sehingga bisa efektif menargetkan fitur molekuler di bagian luar sel manusia yang disebut ACE2 reseptor yang terlibat dalam pengaturan tekanan darah. Protein lonjakan SARS-CoV-2 nyatanya sangat efektif untuk mengikat sel-sel manusia. Dari situ, para ilmuwan menyimpulkan, itu adalah hasil seleksi alam dan bukan produk rekayasa genetika. Bukti evolusi alami ini didukung oleh data tulang punggung (backbone) SARS-CoV-2, yakni struktur molekul keseluruhannya.
Kamu tahu tidak, ternyata terdapat ratusan ribu kasus terkonfirmasi diseluruh dunia, tapi ini hanya sebagian kecil dari jumlah total yang terinfeksi. Dan angka sebenarnya masih samar karena jumlah kasus asimtomatik-orang yang membawa virus tapi tidak menunjukkan gejala-gejala sangat sulit untuk bisa diketahui. Pengembangan tes antibiodi akan memungkinkan para peneliti untuk melihat apakah seseorang membawa virus atau tidak. Jadi, hanya dengan itulah kita bisa mengetahui seberapa cepat penyebaran virus tersebut terjadi. Jika kita menanyakan seberapa mematikan virus tersebut bagi sipenderita. Maka, jawabnnya, sampai kita tahu jumlah kasus sebenarnya, mustahil untuk memastikan tingkat kematian. Saat ini estimasinya sekitar 1% dari orang yang terinfeksi coronavirus itu meninggal. Tapi jika ada banyak pasien asimtomatik, tingkat kematiannya bisa jadi lebih rendah.
Jadi, dari mana virus pemicu COVID-19 berasal? Nah, menurut beberapa ilmuwan, berdasarkan analisis urutan genom, ada dua kemungkinan, Pertama, virus berevolusi ke kondisi patogen saat ini melalui seleksi alam di inang non-manusia dan kemudian melompat ke manusia. Proses itu mirip dengan wabah Virus Corona yang terjadi sebelumnya, manusia terinfeksi virus setelah terpapar langsung dengan musang (SARS) dan unta (MERS). Para peneliti menduga kelelawar sebagai reservoir yang paling mungkin untuk SARS-CoV-2. Namun, sejauh ini belum tercatat ada kasus transmisi langsung dari kelelawar ke manusia. Gejala dari virus tersebut juga dapat sangat parah bahkan memburuk jika tidak segera diatasi. Karena COVID-19 merupakan infeksi ringan bagi kebanyakan orang, namun pada sekitar 20% orang, infeksi ini terus berkembang menjadi penyakit yang lebih parah. Kenapa demikian? Kondisi sistem kekebalan tubuh seseorang sepertinya bagian dari masalah ini, dan barangkali ada faktor genetik juga. Pemahaman tentang hal ini dapat menuntun pada cara mencegah orang-orang sampai membutuhkan perawatan intensif. Selain itu, virus tersebut yang semakinhari semakin berkembang pesat, mendatangi mereka yang memiliki daya tahan tubuh lemah, bahkan mereka yang lanjut usia atau ibu hamil juga dapat rentan terhadap virus tersebut.
Sumber: bbc.com